Oleh : Bintang Pasaman
literasikabar.com - Cerpen Tangan Kecil yang Berdarah karya Bintang Pasaman merupakan cerita dewasa yang dialami oleh tokohnya. Bisa jadi tokoh cerita ini merupakan tokoh yang bermasalah dalam hidupnya terlebih secara mental dan didikan. Cerita ini cocok untuk orang dewasa bagaimana memperlakukan seseorang sehingga tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
![]() |
Cerpen Tangan Kecil yang Berdarah karya Bintang Pasaman pic pixabay |
Cerpen Tangan Kecil yang Berdarah karya Bintang Pasaman
"Ia selalu melakukan apapun yang ia sukai dengan imajinasinya. Sangking asyik bermain mereka lupa akan waktu."
Yomi seorang anak laki-laki yang selalu melakukan apapun yang ia sukai dengan imajinasinya. Setiap hari ia bermain bersama Yuda, Gino dan Rere di gelanggang yang tidak jauh dari perumahan tempat ia tinggal. Sangking asyik bermain mereka lupa akan waktu. Begitulah seorang anak kecil yang menikmati masa bermain bersama teman-temannya.
“Yuda, Gino, Rere. Ayok tunjukan kelomang kalian, mana dia…” sahut Yomi.
“Bentar, ini dia. Punyakku warnanya putih. Coba lihat ini, Gino, Rere, Yomi.” Sambil tersenyum kepada mereka bertiga.
“Biasa saja. lihat ini, Yuda. Punyaku lebih besar capitnya, ahahahah…” sambil menatap yuda dengan tawaannya.
“Sudah, sudah, ayok kita main.” Sahut Rere.
Baca Juga : Cerpen Kejadian di Sore itu Karya Damay Ar-Rahman
Mereka pun bermain, sambil membanggakan dari kelomang mereka miliki. Tanpa mereka sadari, tinggal mereka saja yang berada di gelanggang itu.
“Ayok, satu putaran lagi…,” kata Yomi dengan penuh semangat.
Tiba-tiba dari kejahuan ada suara yang memanggil mereka “Yomi…, Yuda…, Gino…,Rere…,” dari kejahuan.
“Ada suara yang memanggil nama kita, siapa ya…?” tanya Rere kepada yang lain.
“Tidak usah dipikirkan” jawab Yuda sambil melihat kelomang punyanya.
“Aduh…, Sakit, sakit.” Sahut Yomi.
“Sudah tidak tahu jam berapa ini, ayok pulang.” Dengan nada dan tatapan marah ibunya.
***
Baca Juga : Cerpen Aku dan Ayah Tidak Bicara karya Zuriatin Haer
“Yomi! Ibu sudah bilang ketika sudah gelap itu pulang.” Dengan nada marah.
“Sudah, Buk…, jangan dimarahkan. Namanya anak-anak.” Sahut ayah.
“Lihat, ayah tidak marah.” Sambil memalingkan wajahnya.
“Ayah selalu membelanya, kita sebagai orang tuanya seharusnya memberi tahu kalo main itu, ada batasnya.” Setelah mendengar hal itu, Yomi langsung berlari menuju kamarnya. Meskipun ibunya masih saja ngomel-ngomel dengan dirinya.
Sampai di meja makan, ia tetap saja dengan kelomang miliknya. Meskipun pada saat itu ia sedang makan bersama ayah dan ibunya. Ia bahkan tidak mempedulikan di sekitarnya dan asyik dengan kelomang miliknya. Pada saat yang sama, ibunya tanpa Yomi sadari tiba-tiba mengambil kelomang miliknya.
“Ayah…, lihat ibu.” Sahut Yomi.
“Ibu…, sudah itu. Apa belum selesai juga. Sekarang di meja makan pun, masih saja. Ayah mau tenang untuk makan malam ini.” Sahut ayah sambil menantap keduanya.
“Kok ibu yang salah, seharusnya Yomi yang ayah salahkan sampai sekarang masih saja ia bermain.” Sambil menatap ke ayah.
“Ibu, kasih punya Yomi dan Yomi sekarang makan. Dan itu, tolong letakan di pinggir.” Sahut ayah sambil marah.
Baca Juga : Literasi Digital dan Remaja Indonesia Kekinian
***
Meskipun sering diingatkan, ia masih saja seperti itu dan bahkan ibunya tidak segan-segan memarahi dirinya. Hal ini membuat Yomi, begitu kesal dan marah kepada ibunya yang sering memarahinya.
“Ibuk!, kenapa selalu memarahiku, padahal aku hanya ingin bermain.” Dengan tatapan marah. Mendengar hal itu, ibunya lalu memarahinya balik. Dan bahkan tak segan-segan memukulinya dengan penggaris kayu hingga berkali-kali. Ia pun hanya bisa diam dan merintih kesakitan saat dipukuli.
Esokan paginya, ia bersama teman-temannya sedang bermain di gelangang, pada saat itu Yomi sedang duduk karena merasa letih. Ketika itu Yuda mencoba menjahili Yomi yang sedang duduk dengan memberikan ulat yang diletakkan di samping pundaknya.
“Eh, eh, kok ada yang gerak-gerak.” Sambil menoleh noleh disekitar tubuhnya.
“Apa ini…, tolong!, tolong!, ada ulat…, Gino, Rere. Bantuin, cepat.” Sambil melambai kearah teman-temannya.
Dengan beraninya Rere membuang ulat itu menggunakan potongan rating yang ia temukan. Pada saat bersamaan, Yuda tertawa melihat Yomi yang ketakutan dengan ulat tersebut. Hal itu, membuat Yomi kesal dan marah.
“Siapa yang letakkan ulat itu ke pundakku?” Dengan tatapan marah.
“Ahahaha…, ternyata Yomi takut dengan ulat.” Sambil menunjuk Yomi.
“Ternyata kau, yang meletakan ulat itu ke pundakku. Rasakan ini.” Langsung saja Yomi memukul wajah Yuda dengan begitu kerasnya hingga membuat Yuda terjatuh ke tanah. Tidak sampai situ, Yomi terus memukul dengan sekuat tenaganya. Yuda yang merasakan kesakitan kemudian mencoba membalas dengan cara mengambil pasir yang ada di sekitarnya dengan cepat pasir itu mengenai mata Yomi dan Yuda berhasil keluar dari pukulan itu.
Baca Juga : Puisi Perjuangan Meraih Mimpi Masa Depan
“Aduh…, perihnya.” Sahut Yomi. Melihat hal itu, Yuda pun tidak terima dan membalas pukulan tersebut. Rere dan Gino hanya bisa melihat mereka berdua dan tidak bisa berbuat apa-apa kemudian Rere bergegas ke rumah yomi untuk memberi tahukan bahwa Yomi dan Yuda sedang berkelahi. Mendengar hal itu, mereka pun bergegas menuju gelanggang. Ketika sampai di sana, pada saat bersamaan juga ibu Yuda juga datang lalu mereka pun melerai Yomi dan Yuda.
“Sudah, sudah, apa yang kalian berdua lakukan?” sambil menahan Yomi.
“Lepaskan aku, aku harus beri pelajaran atas apa yang ia perbuat.” Sambil melepaskan genggaman dari ibunya.
“Yuda mari kita pulang, ayok. Anak ini sudah tidak waras…” sahut ibunya sambil menarik tangan Yuda.
Mereka pun meninggalkan Yomi dan ibunya di sana. Sedangkan Rere dan Gino pun ikut pergi meninggalkan juga. Sesampai di rumah, ibunya menanyakan perihal kejadian itu. Mendengar apa yang dikatakana oleh Yomi kepada ibunya. Bukannya membela Yomi malah memarahinya dan memberi tahu bahwa perbuatan itu salah yang ia lakukan. Yomi tidak terima dan memarahi ibunya balik.
“Ibu ini seharusnya membela aku, bukan memarahi aku. Lebih baik ibu tinggal saja sama dia jangan di sini.” Sambil menatap marah.
***
Ketika itu, Yomi sedang berjalan sendirian dengan rasa kesal dan dendam kepada Yuda karena belum puas membalas atas apa ia perbuat kepadanya dan ditambah ibunya bukan membelanya malah memarahinya balik. Pada saat bersamaan, Yomi melihat Yuda yang sedang sendirian di tepian sungai. Yomi datang dari belakang diam-diam menghampiri Yuda dan memukulnya lalu Yuda terjatuh ke sungai.
“Rasakan ini. Gara-gara kamu, aku yang dimarahi.” Melihat Yuda yang melambaikan tangannya ia ketakutan kemudian lari dari situ. Setelah kejadian itu, ia pulang ke rumah.
“Yomi, sudah berapa kali ibu bilang. Bereskan kamarmu, apa kamu tidak pernah mendengarkannya.” Sahut ibunya.
Yomi hanya membalas dengan tatapan tajam kepada ibunya.
“Kenapa kamu menantap seperti itu. Kamu marah kepada ibu, dasar anak kurang ajar.” Kemudian ibunya memukuli Yomi. Dan Yomi merintih kesakitan.
Kring…, Kring… (suara handphone) berbunyi.
“Haloo…, iya ayah. Malam ini ayah tidak pulang ke rumah. Kalo gitu ibu tidur duluan.” Ternyata malam itu ayah Yomi tidak pulang ke rumah karena lembur. Yomi yang masih di dalam kamarnya dan dendam akan perlakuan ibu angkatnya kepada dirinya. Ia pun menghampiri ibunya ketika malam itu pada saat ibunya tidur pulas. Dengan membawa pisau yang dipegang ditangannya. Kemudian ia membunuh ibunya serta menusuk semua tubuhnya. Iya pun tersenyum melihat apa yang ia lakukan dan merasakan puas atas ia perbuat. Tiba-tiba ia ketakutan dan menangis di pojok kamar dengan percikan darah di tangan serta bajunya. Karena merasa takut Yomi melarikan diri ke gudang bawah tanah.
Baca Juga : Cerpen Pudar oleh Waktu
***
Orang tua Yuda khawatir atas anaknya yang belum saja pulang, kemudian orang tuanya menghampiri teman-teman Yuda. “permisi, semalam ada main sama Yuda, Rere?”
“Tidak ada, buk. Kemarin itu saya kira Yuda udah balik ke rumah karena nggak ada di Gelanggang.” Mendengar hal itu, ibunya cemas dan takut akan terjadi sesuatu kepada anaknya. Pada saat meninggalkan Rere di rumahnya. Tiba-tiba warga berlarian ke sungai dekat gelanggang. Melihat orang berlarian, Rere dan orang tuanya yuda pun iku berlarian. Ketika sampai di sana, orang pun sudah ramai di gelanggang.
“Yuda…, apa yang terjadi. Siapa yang melakukannya.” Sambil memeluk anaknya dengan penuh isak tangis. Orang pun, memberi tahu bahwa ia ditemukan oleh orang yang sedang mancing di hulu yang terbawa arus hingga temukan di hulu sungai.
Yuda pun dilarikan ke rumah sakit untuk di otopsi. kepolisan pun datang di sana dan memintak keterangan atas kejadian tersebut.
Siang itu, Ayah Yomi baru saja pulang dari kantor dan melihat rumah yang begitu gelap. Ketika membuka pintu ternyata terkunci, untungnya ia membawa kunci serap. Setelah membuka pintu, ia melihat lampu yang masih hidup dan ketika membuka kamar ternyata lampunya mati. Pada saat dihidupkan, ia pun melihat istrinya sedang menyelimuti seluruh tubuhnya.
Ayah Yomi pun menghampiri istrinya sambil memeluk istrinya di kamar itu. Ketika ia membuka selimut itu, ia pun kaget melihat istrinya yang berlumuran darah dan tubuhnya penuh tusukan benda tajam. Kemudian ia mencari Yomi ke kamarnya. Yomi pun tidak ada di kamarnya, ia pun bingung apa yang sedang terjadi dengan istrinya. Ia pun menelpon rumah sakit dan orang pun mulai berdatangan di rumah Yomi. Dan seketika itu juga polisi datang dan menyegel rumah itu.
Ibu Yuda melihat ada ayah Yomi di rumah sakit sedang bersama mayat. Ia pun menghampiri ayah Yomi tersebut. “Pak, apa yang terjadi ?”
“Istri saya, Buk. Meninggal dengan penuh tususkan di seluruh tubuhnya.” Sambil menangis. Saat bersamaan juga ayah Yomi pun bertanya kenapa ibu Yuda di rumah sakit. Sambil menangis ia pun mencerita atas kematian anaknya yaitu Yuda.
Baca Juga : Bulan, Biarlah Aku Bermimpikan Bayangan
***
Polisi pun mendalami kejadian ini ternyata ada hubungan dari kejadian kematian yuda yang hanyut dan memiliki bekas pukulan di belakang kepalanya dengan kematian ibu Yomi yang tertusuk di seluruh tubuhnya.
Setelah mendalami dan mengecek tempat kejadian. Pada saat polisi mengecek rumah dari ayah Yomi, polisi menemukan ada bekas darah yang mengarah ke gudang bawah tanah. Ketika polisi mendobrak pintu itu. Polisi melihat seorang anak kecil yang sedang memegang pisau di tangannya dengan penuh percikan bekas darah sambil congkok dan bermain dengan pisau itu.
Polisi pun mengamankan anak kecil itu. Ternyata anak kecil itu adalah Yomi. Dari hasil pemeriksaan ternyata pelakunya ada yomi atas kematian yuda dan ibunya sendiri.
Pekanbaru, 14 Januari 2025
***
Bintang Pasaman lahir di Pekanbaru, 19 Desember 2001. Anak pertama dari tiga bersaudara. Berasal dari keluarga dengan kultur Suku Minang. Beralamat di Sungai Limau Jorong Kampung Tampang Nagari Ganggo Mudiak Kec. Bonjol Kab. Pasaman Prov. Sumatera Barat. Sekarang tinggal di Pekanbaru. Pendidikan terakhir mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pada tahun 2023 mengikuti pelatihan penulisan cerpen di Balai Bahasa Prov. Riau. Masuk dalam 200 penulis terbaik lomba menulis puisi bertema “senja” pada tahun 2023. Tahun 2024 mengirimkan cerpen dengan judul “nahas” melalui e-mail literasikalbar@gmail.com, Sosial Media : bi.ntang2803 (Instagram), pasamanbintang866@gmail.com (e-mail)
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon