Cerpen Damay Ar-Rahman
literasikalbar.com - Cerita tentang pendidikan menjadi renungan bagi siswa, guru, dan orang tua. Cerita yang tentunya dekat dengan siswa. Kenakalan yang wajar bagi siswa, tetapi membahayakan dirinya dan orang lain. Cerita yang ditulis Damay mengingatkan kita di lingkungan sekolah dan merenung akan tindakan warga sekolah.
![]() |
Cerpen Kejadian di Sore itu Karya Damay Ar-Rahman pic ilustrasi chatgpt |
Cerpen Kejadian di Sore itu Karya Damay Ar-Rahman
"Kesabaran guru bukan lagi dimaklumkan untuk menghadapi sikap kenakalan."
Seorang guru terlihat lelah karena mengajar dari pagi dan akan melanjutkan kembali sampai sore. Guru itu Bu Susan. Ia masuk ke kelas lima dan enam untuk mengajar agama. Jumlah siswa di kelas tersebut adalah dua puluh lima orang diantaranya dua belas perempuan dan tiga belas laki-laki. Bu Susan membawa kotak pensil dan rol panjang digunakan sebagai penunjuk papan tulis saat menjelaskan materi. Semua siswa yang berada di luar segera memasuki kelas kecuali Royhan dan Galuh masih di luar. Kelakuan mereka sudah dari dulu membuat geram banyak orang karena jahil. Kesabaran guru bukan lagi dimaklumkan untuk menghadapi sikap kenakalan mereka berdua.
Jika tidak mendapat teman untuk dipengaruhi dan mematuhi segala aturan mereka, anak-anak itu akan diancam bahkan dipukuli. Parahnya, mereka yang dibuly tidak berani melapor bahkan menutupi perbuatan Galuh dan Royhan. Jelas saja mereka bangga, karena merasa hebat menjadi bos di sekolah itu. Lembaga pendidikan berlabel Islam Terpadu atau SDIT.
Bu Susan meminta para siswa untuk duduk tertib dan berdoa. Secara serentak mereka memohon kepada Allah agar diberkahi aktivitas belajar yang dimulai dari siang hingga sore hari. Langit bertambah cerah karena matahari naik hingga memanaskan loteng bangunan sekolah. Tepatnya, saat itu pukul 13.00 dini hari.
"Karena kalian telah lelah belajar dari pagi, maka ibu berikan metode belajar dengan mengulang materi boleh di mana saja. Barangkali ada yang mau di luar, di sudut dekat lemari, atau di tempat masing- masing. Asal satu, jangan ribut dan tidak buat kegaduhan dengan menganggu teman ya."
"Baik buk." Anak-anak itu menjawab arahan Bu Susan.
Satu persatu siswa mendapat giliran untuk maju. Beberapa siswa menawarkan diri agar dipanggil terlebih dahulu menggantikan teman yang belum bisa menyetor hafalan dan menjelaskan materi. Bu Susan tidak mempermasalahkannya, terpenting siswa lainnya sepakat dan fokus.
"Ibu, saya belum terlalu memahami maksud perbuatan ikhlas. Saya hanya tahu arti dan contoh." Ucap Feriana dengan wajah murung.
"Kan sudah ibu bilang nak, yang kamu pahami aja dulu. Ibu mau lihat, sejauh mana kamu mendalami materi dan sebesar apa usaha kamu untuk belajar nak." Bu Susan menyatakannya sambil tersenyum.
"Saya ada belajar buk. Cuma semalam adek saya Caca sakit. Sayang mama, ngak tidur-tidur dari kemarin karena Caca sakit terus menangis. Saya kasihan, wajah mama terlihat pucat, Feriana takut mama sakit. Jadinya, sambil temani adik tidur saya belajar tidak sampai sejam. Karena ternyata saya juga ikut ketiduran."
"Masya Allah, berbakti dan tekun sekali kamu. Ibu kagum sama Feriana. Sekarang, biar teman lain tidak menunggu lama coba bacakan hafalan kamu biar ibu dengar. Masih ingat surahnya?"
"Hehehehe Al-Baqarah dari ayat 15-17 Bu."
"Oke ayo."
"Baik ibu."
Siswa terlihat sibuk dengan tugasnya masing-masing. Di luar Galuh dan Royhan masih sibuk bermain bola, meski sudah berkali-kali Bu Susan tegur dan nasihati. Karena khawatir, Bu Susan keluar kelas dan kembali mengajak mereka masuk.
"Galuh....Royhan sudah cukup mainnya, ayo belajar dulu. Nanti baru puas main-main lagi."
"Iya bentar buk." Royhan menjawab dengan nada keras seperti membentak.
Bu Susan kaget, meski ini adalah bukan pertama kalinya Royhan membentak guru termasuk dirinya.
"Kalau kalian tidak mau, akan ibu bocorkan bolanya."
Kedua anak itu diam mendengar pernyataan gurunya, lalu tertawa terbahak-bahak menganggap sepele ucapan gurunya.
"Silahkan Bu, nanti ibu harus ganti. Hahahahaha."
"Astagfirullah." Ungkap Bu Susan. Tak lama kemudian, tanpa membalas ucapan kedua anak itu, Bu Susan mengambil bola yang terletak tepat di hadapannya dan membawanya ke kantor untuk dibelah. Lalu, Bu Susan keluar dan membawa bola yang sudah terbelah itu untuk dibuang ke tong sampah. Dengan wajah sedih, Bu Susan masuk ke dalam kelas. Di luar Galuh dan Royhan saling berbisik seperti merencanakan sesuatu.
Lima belas menit lagi bel akan berbunyi. Semua siswa telah menyelesaikan tanggungjawab mereka dan berhak untuk pulang dengan senang hati. Meski lelah, anak-anak itu terlihat ceria dan tertawa menyapa orang tua mereka sampai menuju pagar sekolah.
Hari itu Bu Susan kena jadwal piket dan akan pulang terlambat. Sebelum semua siswa dijemput, Bu Susan tidak akan beranjak dari meja piket.
"Bu Susan, saya duluan ya." Pamit Pak Abdul yang baru saja keluar dari ruang guru.
"Oh iya pak. Hati-hati " Jawab Bu Susan sambil membungkuk.
"Baik Bu."
Setelah setengah jam Pak Abdul kepala sekolah dan Bu Masyittah bendahara sekolah pulang, Bu Susan mengecek semua kelas dan bersiap-siap akan segera pergi. Ia akan ke pasar membeli buah-buahan untuk orangtuanya yang sedang sakit. Namun, sesuatu terjadi. Kedua ban motor berusia tujuh tahun itu kempes. Meski motornya sudah lama, tidak pernah mengalami bocor ban dengan dua ban sekaligus. Jikapun dua ban, belum pengalaman kempes dalam waktu bersamaan. Paling hari ini bocor ban depan, tiga hari kemudian bocor belakang. Tapi ini, di luar akal. Siang tadi selepas shalat Zuhur, Bu Susan beli makan siang, kedua ban motornya masih baik-baik saja. Sekarang mengapa menjadi seperti ini.
Buk Susan membawa motornya dengan didorong. Lokasi tambal ban masih jauh dari sekolah. Saat di tengah jalan, tiba-tiba motor Bu Susan tidak bisa didorong, karena ada tanjakan. Karena teringat dengan ayahnya yang sakit ia berusaha keras untuk sampai ke tambal ban. Lalu saat menyebrang, sebuah mobil melintas. Karena berat mendorong motor, dan supir dalam mobil sibuk bermain gadged, Bu Susan mengalami kecelakaan dan masuk ke ruang ICU.
Besoknya, seisi sekolah terkejut mendengar berita itu. Banyak siswa menangis dan memohon untuk menjenguk. Ada yang lebih berbeda. Galuh dan Royhan terlihat ketakutan sampai salah tingkah. Karena takut akan tertangkap, merekapun menemui wali kelas dan membicarakan semua perbuatan mereka.
"Ibu." Sapa Royhan.
"Ada apa Royhan, eh kalian berdua kok."
"Ibu, apa sebab Bu Susan kecelakaan."
"Bannya habis banyak angin, lalu karena berat saat didorong dan lama sampai ke seberang beliau ditabrak mobil. Udah kumpul sumbangan buat beliau?"
"Ampun buk, itu salah kami berdua."
"Maksudnya?"
"Saat Bu Susan mengajari kembali siswanya dalam kelas, Royhan dan Galuh bekerjasama untuk membocorkan penutup ban motor Bu Susan karena marah bola kami dibelah."
"Astaga nak, kalian telah mencelakakan orang lain, terutama itu guru yang selama ini lelah mengajarkan kalian."
"Maaf buk...maaf. Ayo ke ruang kepala sekolah agar kalian mempertanggungjawabkan perbuatan keji ini."
Dengan wajah menyesal, mereka mengikuti langkah Bu Rina. Menemui kepala sekolah dan mengunjungi guru tersebut untuk meminta maaf dan berjanji akan menjadi baik.
***
Damay Ar-Rahman atau Damayanti alumni Universitas Malikussaleh dan IAIN Lhokseumawe. Bekerja sebagai pegiat edukasi dan literasi. Karya-karya penulis yaitu Aksara Kerinduan (2017), Serpihan Kata (2018), Senandung Kata (2018), Bulan di Mata Airin (2018), Dalam Melodi Rindu (2018), Akhir Antara Kisah Aku dan Kamu (2020), Di Bawah Naungan Senja (2022), Musafir (2022) dan Hati yang Kembali. Tulisannya dimuat oleh berbagai surat kabar Indonesia dan Malaysia. Asal Aceh, Kota Lhokseumawe. Ig/Fb @damay_ar-rahman
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon