Literasikalbar.com - Puisi tentang anak dan orang tua karya Imam Budiman memberikan betapa sayangnya orang tua dalam puisi ini Ayah. Tergambarkan dalam puisi naratif tentang anak dan ayah beribadah dan anak tak lepas dari bermain. Selain itu kerinduan ayah terhadap anaknya tergambar dalam puisi pertama. Seorang ayah yang ingin lama bersama anaknya. Selain itu, silakan pembaca menafsirkan sendiri puisi imam.
Karya Imam Budiman
Anak dan orang tua pic pixabay |
Anak dan Orang Tua Puisi Imam Budiman
"Aku rela kamu tunggangi sebagai kuda pada dua sujud untuk bersama-sama menuju Tuhan."
Nak, 1
Nak, dinding kamar ini memanggilmu pulang
kepada dongeng sebelum tidur; tentang anak
binturong yang kesepian, dalam kandang besi,
lebih banyak malas, tanpa tahu di mana ibunya.
suatu malam, sebab kamu mengulang cerita
yang sama, kamu pernah bilang, kasihan ya,
ayah. suaramu begitu lirih. kemudian aku pun
memelukmu, hangat, dan kita berdoa bersama
agar si binturong kecil itu tidak bersedih lagi.
barangkali, sebuah mimpi di rimba hutan
akan sedikit menghiburnya—semoga saja.
tentang delman, kudanya berwarna putih, di
mana kau selalu ingin duduk di samping pak
kusir seperti lagu itu—meski tentu saja, tak
turut ayah ke kota. aku selalu menyempatkan
diri di minggu pagi, di antara jam pelajaran
kosong, untuk menemanimu mencintai kuda.
kita pernah sepakat untuk memelihara kuda
mengandangkannya persis di samping kasur.
Nak, pintu kamar ini membisikkan sesuatu
kembalilah, aku kangen kamu meminta
dibuatkan susu dengan dot bergambar
harimau—bukan zebra atau katak.
Nak, maukah kita bersama lebih lama.
2023
***
Nak, 2
kita pernah mengelilingi telaga itu, berdua saja
kabut pun turun, angin begitu sejuk dan kamu
masih tidak berhenti memegang tali pelana.
kelak bagaimana kalau kita selundupkan
saja seekor anak kuda ke kandang surga.
kamu menunjuk seekor kuda dari sekian belas
kuda lain, yang warna dan bulunya menarik
perhatianmu. kamu naik lebih dulu dan aku
memastikan semuanya baik-baik saja di
belakangmu. kini, kita satu kuda.
2023
***
Nak, 3
matahari tanggung dan uang dua ribu—kamu bergegas
mengambil peci hitam hadiah dari kai, serta meminta
digandeng untuk ikut ke tempat sembahyang. sebelum
menuruni tangga, aku lantas berpesan kepadamu, ikuti
semua yang ayah lakukan, kalau kamu bosan, kamu
boleh duduk atau bermain sendiri di belakang.
sebelum masuk masjid, matamu lebih dulu mengintai
lalu girang yang melompat, ayah, itu mamang mainan!
tangan mendekap dada, kamu bilang, kaya orang marah
aku tersenyum sebentar, lalu memulai takbir yang kabur
meski akhirnya, aku rela kamu tunggangi sebagai kuda
pada dua sujud untuk bersama-sama menuju tuhan.
seusai salam, kamu mencium tangan dan pipiku, lalu
memeluk dengan pelukan yang khas—sembari
membisikkan, ayo, ayah kita beli mainan.
2023
***
Imam Budiman, kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur. Biografi singkat tentang dirinya termaktub dalam buku: Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017); Ensiklopedia Penulis Sastra Indonesia di Provinsi Banten (Kantor Bahasa Banten, 2020); dan Leksikon Penyair Kalimantan Selatan 1930–2020 (Tahura Media, 2020).
Beberapa karyanya tersebar di berbagai media cetak nasional seperti: Tempo, Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Nusa Bali, Majalah Sastra Kandaga, dll. Pemenang terbaik pertama dalam sayembara cerita pendek pada perhelatan Aruh Sastra 2015 dan Sabana Pustaka 2016.
Pada tahun 2017 mendapat Penghargaan Student Achievement Award, kategori buku sastra pilihan, dari Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta ia meraih beasiswa kuliah singkat Klinik Menulis Fiksi di Tempo Institute tahun 2018.
Buku kumpulan puisinya: Kampung Halaman (2016) serta Salik Dakaik; Mencari Anak dalam Kitab Suci (2023). Saat ini, mengabdikan diri sebagai Guru Bahasa dan Sastra Indonesia serta Ketua Tim Perpustakaan—Literasi Pesantren Madrasah Darus-Sunnah Jakarta.
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon