Sajak-Sajak Rahmat Rahman dan Orkestra Sang Raja mengajak pembaca untuk memikirkan hal yang kecil dan sederhana. Pembaca diberikan gambaran mengenai kehidupan ini.
Akan ada waktu saat semesta merestui
Dimana titik temu akan di rindu
Canda tawa dan cerita menjadi candu
Itulah yang sering membuat cemburu
Puisi rahman rahmat pic pixabay |
Orkestra Sang Raja
Bahwa,
Yang hidup akan mati pada ketentuannya.
Petikan-petikan gitar pada sore, masih terngiang indah dalam degub.
Semerbak mawar akan tetap indah meski tanpa melati, duri akan tetap tajam, serbuk sari jatuh di kepala putik dan tibalah musim gugur.
Segala rezim akan beralih, meski dengan kau atau tanpa aku sekalipun.
Seketika hasrat tumbang tanpa di timbang
Menikam bak pedang Zulfiqar
Tercengang dalam diam
Menangis dalam tawa
Meronta pada nurani jiwa
Ohhh.. sukmaku semoga kelak kembali waras
Oeee… Baginda raja
Adakah yang lebih indah dari semesta
Adakah yang lebih jantan dari seorang kesatria
Adakah yang lebih mengerikan dari malapetaka
Adakah yang lebih menggetarkan dari perang
Kini telah musnah seluruhnya,
Pada orkestra raja dan ratu semalam,
Aku bersandar pada pundak bathara kala
Kelak, jika segalanya binasa di telan bencana, semoga dunia masih sudi mengenang,
Sajak-sajakku masih berkumandang
Semoga tetap abadi dan masih berjiwa.. dalam sukma.
Watansoppeng 07 februril 2018
***
Sesal
Bagai mana cara meminta maaf
Pada jiwa yang pernah aku telantarkan ini?
Sepertinya luka yang pernah aku torehkan
Menjadikannya binasa
Ketika hati yang sudah terlanjur jatuh
Dan mengakar di peraduan bumi
Begitu saja menjadi bening.
Ditinggal dan meninggalkan
Memang sudah menjadi janji tulus
Yang tak dapat di ingkari
saat memilih untuk jatuh hati
Namu kata hanyalah khiasan
Dalam makna puisi yang tak mampu di jabarkan
Ucapan hanyalah penenang
Saat ada yang harus di korbankan
Jika kini meminta maaf
Sudah menjadi sebuah keharusan
Lantas kalimat apa yang mesti di ucapkan oleh penulis yang sudah menelantarkannya ini?
Watansoppeng 23 april 2018
***
Tanda Tanya
Ada hal yang membuatku tersenyum dan tertawa
Hingga rasa ini, ingin selalu berkelana
Tanpa sesuatu yang membuat derita
Sungguh membuatku bertanya-tanya
Ketika sesuatu yang di suka tak lagi sama
Tapi itu ada tertanam dan menjadi dokma
Sungguh pertanyaanku bak aksara
Tidak pasti, tapi benar nyata
Semesta memang tak buta
Benar selalu ada, untuk rasa yang pernah membuat derita
Hingga membantu menata kembali, karsa yang telah tiada
Waktu memang benar fanah
Akan ada waktu saat semesta merestui
Dimana titik temu akan di rindu
Canda tawa dan cerita menjadi candu
Itulah yang sering membuat cemburu
Dan kilometer menjadi tolak ukurnya
Untuk sebuah kata kita, untuk menjaga cinta saat nantinya benar berjumpa
Dengan DIA yang masih di simpan dan entah dimana
Tanda tanya selalu membawa doa
Sampai raga bergerak dengan sendirinya
Semoga esok benar berjumpa
Tanpa terkecuali dengan niatan yang tak terhingga.
watansoppeng 17 desember 2019
***
Jebakan Malam
Duduk dengan kaki tak sejajar tak beralas
Gelap semakin merayap senyap, waktu malam menjebakku, knapa aku ini?
Nyaman bagai dekapan peluk sang ibu yang membuat haru.
Apakah ini yang dinamakan rindu.
Untuk apa raga ini terdiam, dan lidah masih sulit untuk menyampaikan.
sulit memang jika hanya tersimpan
Tak ada gerakan dan penyampaian.
Benar, ku merindu sebuh senyuman
Yang membungkam sebuah perasaan tanpa hayalan.
Tatapan tajam dari perasaan, tawa khas kesetian.
Momok khawatir menjadi fikiran
Tak lepas telah membawa imajinasi
Untuk sebuh coretan miring untuk memberi pesan.
Ini yang kutakutkan, terbayang-bayang dan takut
Akan ketidak percayaan diri.
yang sebenarnya menuntun kearah sebuah kesederhanaan.
Terimkasih untukmu yang telah membuat rindu
Dalam siklus proses yang harum
Merbat halus merasuk nadia jiwa
Semoga nanti benar kuterima dan menikmati
Kata kita untuk menikmati sederhana berbahgia bersama.
-Watansoppeng 25 November 2019
***
Gubukku
Lama sudah ku jalani perjalanan ini sendiri
Dalam detak waktu dan keabadian
Yang membuatku terjatuh dalam ilusi
Semua hal yang dinamakan kebahagian
Entah sudah berapa lama waktu
Menjadi sedemikian berat untuk di lalui
Dimana hanya ada remuk yang membiru
Untuk serpihan masa lalu yang masih berarti
Lembar demi lembar cerita
Sengaja ku sisihkan dan ku simpan rapi
Berharap suatu saat akan ada alasan
Untuk kemudian membakarnya dalam nyala api
Aku masih tetap disini
Menunggu di gubuk stenga jadi ini
Tak akan kemana-mana lagi
Hanya melewati untaian waktu demi waktu
Hingga akhirnya aku harus beranjak
Ketika engkau telah tiba dan memaksaku terbangun
Menghilangkan segala lelap dan membuatku bergerak
Untuk melindungimu dan iringimu mengangkasa
Umpungeng 18 maret 2020
***
Kata Sempurna dan Diksi Manis
Saban hari di suatu puncak
Katanya sedang menyusui sendu
kurangkai kata paling sempurna,
kupilihkan diksi paling manis
agar semesta tahu kau istimewa,
Ijinkan aku kembali menyapamu
Yang berada di sebrang sana
Bercerita tentang sebuah nuansa kenestapaan hidup
Tiadak kah kau melupakan satu hal
Bahwa aku mengetuk pintu hatimu
Dengan kesederhanaan
Yang tak menjanjikan kemesraan setiap hari
Tapi apa?
Jika syarat untuk memilikimu adalah memahami sebauh ayat tentang mengajarkan cinta dalam al-quran. maaf aku tak bisa, sebab tidak satupun ayat dalam al-quran tidak mengajarkan tentang cinta.
Ketahuilah ada kata ""pada tulisan ini
Berharap kau tetap sebagai fakta
Bukan sebagai dongeng yang hanya indah
Mengiringi ninabobo
sebab kata terimakasih takkan muat
Di setiap titik- titik tinta ini
Perihal dari setiap senyummu
Mampu mencipta kata-kata dewasa
Menjadikannya damai
Maka aku putuskan menjadikanmu pengalaman hidup.
Umpungeng 29 Agustus 2020
***
Rahmat Rahman, Mahasiswa dan seorang Petani kopi, Desa umpungeng, Sulawesi selatan, suatu desa yang terletak di ketinggian 1200 Mdpl
Laman Literasi Kalbar menerima tulisan berupa puisi, cerpen, resensi & opini. Silakan kirim ke literasikalbar@gmail.com
Ketentuan tulisan bisa baca di Kirim Tulisan
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon