karya Kak Ega
Di sebuah pemukiman tenang dan damai yang terletak di daerah sungai Naram kota Singkawang, keluarga-keluarga sudah sebulan hanya di rumah saja.
Iyaa, sudah sebulan kegiatan diluar tidak diperbolehkan karena sedang ada wabah virus yang menyerang negeri Indonesia termasuk pulau Kalimantan.
Masker pupi untuk semua pic pexels |
Semua aktivitas dihentikan. Semua orang dirumahkan. Ayah dan Ibu tidak lagi bekerja di kantor. Kakak dan adik belajar dari rumah. Termaksud keluarga Pak Sabar dan Pupi.
Baca Juga : Sajak-Sajak Yana
Ayah Pupi yang bekerja di pemerintahan dan Ibu yang bekerja di sekolah tidak lagi sibuk bekerja. Senang sih karena selalu ditemani keluarga, tapi berbeda dengan Pupi, anak semata wayang Buk Sabar. Pagi itu kesunyian berubah riuh karena keluhan Pupi.
“Aaaaaaaaaa.... Aku bosan. Aku bosan. Aku bosan.“ Teriak keluh Pupi yang berbaring di ruang keluarga.
Bu Sabar yang mendengar teriakan Pupi terkejut dan menghampirinya.
“Kenapa Pupi?”
“Aku bosan ibu. Kapan kita dibolehkan keluar rumah? Aku kan ingin bermain, sekolah, dan jalan-jalan ke Pasir Panjang. Rasanya sungguh membosankan.“ ucap ketus Pupi menjelaskan pada Ibu.
“Sabar sayang. Semoga keadaan ini lekas berakhir. Ibu tau perasaanmu, tapi kita mau bagaimana lagi. Ibu dan ayah juga tidak bisa berbuat apa apa. Yang bisa kita lakukan ialah menaati aturan yang pemerintah berikan agar virus ini segera berakhir.“ jawab ibu menenangkan Pupi.
Baca Juga : Membaca Buku Kegiatan yang Melelahkan
Pupi masih kesal dengan kebosanannya. Ia berbaring dan sambil mengganti saluran televisi. Pupi melihat televisi yang berisi berita laporan masyarakat terdampak covid-19. Ada yang kelaparan. Ada yang berdemo meminta bantuan.
Pupi berpikir sejenak. Seharusnya ia bersyukur karena terlahir dari keluarga mampu. Ayah dan Ibu memiliki pekerjaan tetap. Saat ini keluarga mereka tidak merasakan dampak besar dari covid-19. Hanya aktivitas harus dirumah saja. Melihat keadaan di luar sana karena covid, Pupi jadi bersedih.
Pupi beranjak masuk ke kamar. Ia bermain di kamar sambil termenung. Pupi membayangkan bagaimana jika ia yang mengalami kesusahan. Tiba-tiba saat ia termenung, Pupi menemukan ide yang mungkin bisa sedikit membantu orang lain.
Baca Juga : Cerpen | Sintang Dua Puluh Empat Jam
Ia membongkar isi lemarinya. Entah apa yang dicari Pupi.
“Ketemu.“ Teriak Pupi kegirangan.
Pupi mengambil kain-kain yang ada dilemarinya. Kain-kain bagus yang tidak terpakai lagi.
“Eeemmm. Daripada hanya disimpan dan memenuhi lemari, lebih baik kain ini aku buat masker. Aku akan minta bantu ibu.“ Ide liar Pupi bekerja.
Ia pun mendatangi ibu yang sedang membuat syal khas Kalimantan Barat. Ibu Pupi memiliki usaha membuat kerajinan tangan syal motif dayak khas Kalimantan Barat.
“Ibu.... Ibu.“ Panggil Pupi sambil menyandarkan tubuhnya pada punggung ibu yang sedang duduk merapikan motif syal.
“Iya sayang ibu. Ada apa sayang?”
“Bu, kain ini boleh gak dibuat masker?” Tanya Pupi pada ibu.
“Kan Pupi sudah ada masker. Untuk apa lagi Pupi buat masker banyak-banyak?“ Tanya ibu.
“Nanti sebagian maskernya kita bagi-bagikan. Sebagiannya lagi kita jual. Nanti uangnya belikan sembako untuk orang-orang tidak mampu.“ jelas Pupi.
“Waahhh, anak ibu luar biasa. Boleh sekali kalau begitu. Nanti ibu bantu buat ya.“ Sahut ibu semangat.
Pupi dan Ibu pun menggumpulkan kain-kain bagus tak terpakai yang ada di rumah. Ibu pun mulai membuat pola, menggunting, dan menjahit. Pupi membantu ibu menggambar garuda pancasila ada masker berwarna merah putih. Pupi juga mengemas masker yang sudah selesai ke dalam plastik.
Baca Juga : Budaya Baca Tulis di Zaman Milenial
Puluhan masker telah siap dibagikan dan dijual. Ibu menjual masker-masker itu melalui online dan teman teman ibu. Ternyata masker merah putih bergambar pancasila menarik pembeli dan teman Ibu. Semua hasil penjualan masker digunakan untuk membeli sembako.
“Wah, kita dapat banyak paket sembako Bu ?” Ujar Pupi senang.
“Iya Nak. Paket-paket sembako dan masker ini kita salurkan ke lembaga sosial yang akan turun langsung ke rumah rumah penduduk ya. Jadi kita tidak perlu keluar rumah.“ jelas ibu.
“Iya Bu. Dari rumah kita bisa berbagi juga.“ ujar Pupi senyum semringah.
“Anak ibu benar-benar luar biasa. Ibu bangga sama Pupi.“ Ujar ibu bangga sambil memeluk Pupi.
Aktivitas pupi yang tadinya membosankan kini jadi begitu menyenangkan dan tentunya bermanfaat untuk semua orang. Pemesanan masker merah putih bergambar pancasila semakin laris manis di bulan Agustus ini. Pupi dan Ibunya bermimpi saat upacara 17 Agustus masker mereka bisa berguna.
Hai adik-adik, sudahkah bermanfaat untuk semua dari rumah?
***
Kak Ega lahir di kota Pontianak, 11 Mei 1987 dengan Nama lengkap Ega Tyas Kusumastuti.
Kak Ega dulunya berkarier sebagai Guru Honorer selama 9 tahun di Taman Kanak-kanak Kota Singkawang.
Kak Ega pernah menjadi juara 1 lomba bercerita karena sesuai hobinya bercerita pada anak-anak dengan berbagai media, seperti wayang kulit, wayang kertas bergambar, boneka karakter, boneka jari, dan media elektronik.
Pada tahun 2017, ia bergabung di Kampung Dongeng Indonesia. Di sini kak Ega merasa cita-citanya tercapai dapat berkeliling daerah untuk berbagi kebahagiaan bersama anak-anak.
Kak Ega beberapa kali pernah memenangkan lomba bercerita dan terlibat menjadi peserta, pendongeng, dan narasumber berbagai kegiatan bercerita anak-anak.
Kak Ega memiliki misi mendirikan Kampung Dongeng di seluruh kabupaten/kota di Kalimantan barat dan menceriakan adik adik di daerah pedalaman dan adik adik yang kurang mendapat pendidikan maupun penghiburan.
Laman Literasi Kalbar menerima tulisan berupa puisi, cerpen, resensi & opini. Silakan kirim ke literasikalbar@gmail.com
Ketentuan tulisan bisa baca di Kirim Tulisan
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon