Sajak-Sajak Sonny Kelen
Karya Sonny Kelen
Puisi-puisi Sonny Kelen, pic Pixabay.com |
Rumah Masa Lalu
Alang-alang yang rapi disusun beberapa puluh tahun silam
Kian menipis terkikis hujan dan dibakar matahari
Pintu dan jendela kian lapuk dimakan hari
Tiang utama telah remuk menahan beban
Seribu cerita terkubur diruang tamu yang sudah berdebu
Masih mereka lupa menjenguk ari-ari yang ditanam di bawah tungku
Dari mereka yang pernah merenggek kala meminta jagung bunga
dan talas di setiap senja
Mungkin mereka sudah lupa pada asal dan kenangan
Sampai tak pulang menemuimu telah uzur
Seperti dingin sebuah bangku
Menunggumu sepanjang musim berlalu
Sebelum cuaca menggugurkan daun
Menghitung sisa-sisa embun pada setiap jendela
***
Seorang Bajak Laut
1/
Adalah seorang bajak laut bijak di riuhnya jagat
Mengais nasib di samudra luas
Dengan lidah tersobek
Di ketinggian langit
Menghujam dakwa serumit
Nasib digenggam
Seperti mata pedang menikam, menukik di hilir mangsa
Jiwa terhenyak
Dia mengais sisa-sisa daging dan darah
Dia menjauh
Karena jiwa sesak untuk menyimpan mimpi
Menghitung sisa remah-remah yang jatuh
Katanya, mimpi terpendam dalam harap
Yang masih diperjuangkan
2/
Dia tersenyum depan sisiran angin yang mengibas rambut putih kusut
Antara siang dan malam, berantakan dengan nafas tersenggal
Terpasrah antara hidup dan mati dalam jiwa mendua
Diselingi tawa camar, ricik basah air laut dan juga bayang jiwa
Yang melanda selepas senja
Sebakul doa landai berderit mengusir malam dan bulan yang entah berapakali
Berganti rupa
3/
Bagai anak domba, dia menarik ulur arah angin yang kencang
Abaikan denyut ombak
Mencari bayang arah yang kian kabur
Sisakan kenangan
Menanti datangnya siluet fajar di bawah kaki langit
Sampai dia merasa haus hujan yang gigir
Demi anak dan istri yang menggigil lapar di rumah
***
Belajar Membaca
Di jeda tangismu, kulihat matahari mengupas langit
Lalu kau terbakar dan pekat diantara huruf-huruf mati
Pada halaman demi halaman dari sebuah buku
Kau terbangun, tertunduk dalam-dalam
Pergi ke jalan menganyam malam jadi pagi yang temaram
Di iringi dengan tanda baca dari setiap huruf menjelma kalimat
Tak di lembaga-lembaga pemerintah
Tak di ruang-ruang pertemuan
Tak di jalan-jalan taman kota
Kau mengakrabi buku dan menghitung jejak capai
Menghafalkan perjuangan yang belum kau tahu
Betapa pengetahuan butuh kekuatan mencari
Tapi di buku itu butuh ribuan langkah adalah jalan pulang
Perhitungan dari membaca demi cerah masa depan
***
Ibuku Pedagang Sayur
Setelah fajar bangun menepi di ufuk timur
Dengan gerobak yang berusia senja itu
Ibu mengelilingi pasar Oka
Dengan ramah ibu menawarkan kelezatan sayur
Selalu saja ada yang abadi
Bisingan pasar dari para pembeli dan penjual
Ibu tetap sabar kantongi keringat dan parauu suara
dan rupiah masih malu digenggam ibu
Pada minggu pagi ibu menghidangkan rezeki di meja altar
Dalam sujud dan wangi sayur
Dalam doanya ia berpinta;
“Tuhan, semoga santapan tubuh dan darah-Mu
Merdunya firman-Mu memulihkan kesabaranku
Mencari rezeki”
***
Karbon
; Untuk Simeon Muda“Tangan ini terlalu lapang untuk memeluknya, sampai bahu, sampai jauh
Kematianmu serupa pinggang dan dadamu.”
Dia berdiri di depan kelas sambil bercermin pada jendela yang memukau matanya
Kemudian diluruskan matanya dan dipintanya kepada kedua belas rasul untuk menulis
Halaman demi halaman dari sebuah kertas penuh dengan karbon
“Tulisan ini milikku, anak muda. Tidakkah kau tahu bahwa tulisan ini
Bukan kebun anggur yang dapat kau minum anggurnya atau mabuk wangi dari buahnya.
Tentu ia akan mengingatmu kembali setelah kau berusaha berdamai dengan huruf-huruf
Mati dari setiap halaman kertasmu.”
Kemudian murid yang paling dikasihi-Nya berdiri
“Tuan, izinkanlah kami menyelesaikan puisi pada tubuh
Permaisuriku, seperti garis-garis hujan yang meninggikan benih
Agar setiap firman yang tertulis pada karbon ini
Kelak mengembalikan domba-domba-Mu yang telah lama hilang”
Penulis Sekarang Tinggal di Unit Gabriel Ledalero Maumere
Laman Literasi Kalbar menerima tulisan berupa puisi, cerpen, resensi & opini. Silakan kirim ke literasikalbar@gmail.com
Ketentuan tulisan bisa baca di Kirim Tulisan
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon