Cerpen Winda Indriyati
Bulir-bulir putih mulai berjatuhan dari langit kota Seoul, mantel-mantel tebal yang membalut tubuh bagaikan jamur yang berkembang di musim hujan, daun-daun yang berguguran pada musim gugur telah berubah menjadi hamparan putih yang hampir menyelimuti kota Gingseng. Sekarang suhu di Seoul menunjukan 2 derajat celcius, Aku dan Nayla bergegas menuju ke sebuah restaurant SumHyang-Gi.
pixabay.com |
“Ehmmm.. Aku pesan Omija apel satu dan sup ayam gingseng” jawabku
“Aku sama juga deh” jawab Nayla sahabatku
Aku menyesap omija apel yang kupesan tadi, Instrument lagu only you K-will membuat suasana menjadi lebih hangat terlebih lagi harum aroma theraphy yang cocok dengan suasana winter yang romantic..
“Larissa.. hayoo ngelamunin apa??” suara Nayla membuyarkan lamunanku
“Ngelamunin Song joong ki oppa sedang berada di hadapanku” balasku dengan bercanda
“Wah parah itu sih impposible banget, udah jangan berimajinasi terus makan neng” balas Nayla
Aku dan Nayla sudah bersahabat sejak kelas satu SMA begitu banyak hal yang telah kita lalui bersama. Sekarang aku melanjutkan study ku di Seoul Nasional University begitupun dengan Nayla walaupun kita berbeda prodi. Seoul Nasional University merupakan salah satu universitas terbaik di dunia.
Malam sudah amat larut tapi aku masih disibukkan dengan deadline tugas yang seakan-akan menghantui ku.
Tap, tap, tap, suara langkah kaki terdengar menuruni anak tangga, “Ampun Nayla lama banget deh nanti telat nih” gerutuku menyambar sahabatku di pagi yang cerah ini.
“Sabar kali neng emosi melulu, cepat tua loh” Sambil menyambar sepeda di parkiran.
“Eh Nay aku titip flat ku ke kamu ya untuk tiga hari kedepan” pintaku ke Nayla.
“ Emang mau kemana Ra?” balasku
“Besok aku bakal pergi ke Provinsi Jeolla Utara untuk study tour wajib selama 3 hari 2 malam yang diselenggarakan sama jurusan.” Jelasku.
“Wah enak dong Ra itung-itung liburan”
“Aku bingung harus senang atau khawatir Nay. Senang karena bisa pergi trip, apalagi ke daerah non kota besar di Korea, dapat pengalamanbaru hanya dengan 60.000 won untuk 3 hari udah termasuk makan, transport, penginapan, asuransi pula hahaha. Tapi masih agak was-was karena hari senin minggu depan ada report yang harus dikumpulin dan hari rabunya ada ujian terakhir” jelasku panjang lebar ke Nayla
Baca Juga: Wajah Sastra Kalimantan Barat
“Tapi setidaknya kan masih ada sabtu-minggu Ra untuk ngerjain report. Yah palingan dirimu harus sedikit bekerja keras demi study trip yang menyenang” nasehatku ke Larissa
“Oke boss”
Tiga hari kemudian
Aku melangkahkan kaki ku ke sebuah cafe yang tak jauh dari kampus, aku memesan secangkir cappucino hangat. Aku menyesap sembari mencium aroma nya yang khas lalu membiarkan hangat nya menghilangkan kejenuhan didalam diri ini. Alunan nada indah yang berasal dari petikan gitar si penyanyi cafe itu membuatku tertarik dengan nya dan membuat tubuh ini enggan untuk meninggalkan tempat ini. “Ada yang ingin request lagu?” tanya nya.
“Let her go , by passenger. Bisa?”
“Ehmm. Oke bisa” jawab nya.
Well you only need the light, when its burning low, only miss the sun when it starts to snow, only know your lover when you let her go, and let her go....
Lagu itu mengalun indah beserta petikan gitar yang menambah indah suasana. Kriing...kriiiing.. ku lihat layar telepon seluler ku dan tertera nama Nayla disana.
“Assalamualaikum Nay ada apa?”
“Waalaikumsalam, eh Ra kamu udah pulang?”
“Udah Nay, tadi aku mampir ke flat mu tapi sepertinya kamu tidak ada” jelasku
“Iya, aku baru selesai ujian nih. Oh iya nanti sekitar abis magrib aku ke flatmu yaa, aku mau cerita nih?”
“Oke sipp jangan lupa bawa makanan yah.” balasku ke Nayla sembari mengkhiri telepon.
Satu jam lebih aku berada di cafe ini, aku harus pulang karena Nayla akan datang ke flat ku, tapi rasanya kaki ini enggan untuk melangkah. Suhu diluar ruangan semakin dingin karena petang akan segera tiba dan salju mulai turun kembali.“Terima kasih Mbak datang lagi ya” ujar pramusaji yang membukakan pitnu untukku. Aku hanya mengangguk dan berpikir datang lagi? Mungkin saja. Tapi kalau ada pria bersuara merdu tadi sudi kiranya aku akan mampir sembari meminum cappuccino hangat kegemaranku. Aku tak sengaja memandang mata pria tadi tetapi pada saaat yang bersamaan kedua mata kami bertemu, tampak sebuh senyum melengkung di wajah tampnnya. Astaghfirullah batinku akupun langsung keluar dari cafe tersebut.
“Larissa Salsabiela. Apakah kau ada di dalam?” sembari memencet bel
“Masuk aja Nay” teriakku dari dalam flat
“Raaa..... hidupku rasanya sepi tanpa kelebayan mu, banyak sekali hal yang ingin aku ceritakan pada dirimu”
“Hahaha... bisa aja deh ntar aku terbang ke langit ke tujuh ni. Emang ada peristiwa apa sih Nay? Sepertinya aku ketinggalan banyak informasi ni”
“Jadi ceritanya gini Ra, kemarin siang tuh kan aku dan Rey ada di ruang kesenian. Ketika alunan piano dan gitar yang padu dan melodis menggema di ruangan ada ketukan pintu. Aku keluar nih dan ngebukain pintu dan ternyata siapa yang dataang....”
“Emang siapa yang datang?” jawabku penasaran sambil menyuguhkan kue yang kubeli tadi
“Yang datang itu temennya Rey, ganteng banget Ra udah gitu mahir mainin semua alat musik plus suaranya itu loh MasyaAllah deh” Nayla menjelaskan dengan mata berbinar-binar
“Wahwah sepertinya ada yang lagi jatuh cinta ni” balasku dengan nada meledek
“Ihh apaan sih Ra jangan gitu dong, kamu kan tau kalau aku nggak pernah serius sama cowok, tapi sih aku nggak janji dengan hati ini apakah dia siap menerima seseorang kembali untuk mengisi relung yang pernah terluka ini”
“Baper deh, ingat Nay suka itu boleh tapi jangan berlebihan sampai melebihi rasa cintamu kepada Allah”
“Oke sipp boss, oh iya by the way aku mau kebawah dulu ni Ra jangan kangen ya”
“Mulai deh kan, oh iya nih kemarin aku lihat ada jilbab bagus jadi aku beli dua satu untukmu dan satu untukku”
“Ya ampun Ra repot-repot deh besok lagi kalau study tour beliin lagi yah” dengan nada manja
“Oke kalau perlu sama toko nya sekalian aku beliin, udah sana aku mau sleeping beauty dulu” balasku sambil menutup pintu flat.
Aku mematikan lampu kamarku tetapi tetap saja mata ini tak bisa terpejam, aku kembali teringat dengan petikan-petikan gitar yang dimainkan oleh pria itu.
Baca Juga: Pengertian Konsep Literasi di Indonesia
Kringggggg...... suara jam weker ku berhasil menarik diri ini keluar dari dunia mimpi, aku mencoba mematikannya dan melirik, baru jam 3 rupanya. Aku memutuskan untuk bangun dan solat malam. Aku tak bisa tidur lagi kemudian aku menyalakan laptopku dan mengulang-ulang kembali materi yang akan di ujianku besok.
“Pagi Ra” sapa nayla saat bertemu denganku di parkiran
“Pagi juga Nay, oh iya doain ya hari ini aku ada tiga ujian dan semog lancar ya”
“Amin-Amin, gila tiga ujian Ra, semangatt you can do it. Eh aku masuk duluan yah mau ke dosen soalnya”
“Oke”
Saat ini Seoul National University lagi dalam masa ujian tengah semester. Bukan sekedar aku aja yang pontang-panting denger kata "sihom" (시험: ujian, test), tapi hampir semua penghuni kaki Gunung Gwanak ini lagi pada masa-masanya belajar extrahard! Perpus penuh (banget!), student longue juga jadi banyak diisi mahasiswa yang pada belajar. Setelah jam makan selesai, kantin pun banyak yang disulap jadi ruang baca/ruang belajar.
“Gimana Ra tadi bisa nggak?”
“Alhamdulillah, cukup mengguras tenaga Nay. Untuk mereka yang asli orang sini sih cukup terbantu karena mereka cukup menguasai bahasa Korea”
“Nggak papa Ra, untuk berada di atas itu memerlukan usaha yang cukup keras memang. Tapi aku yakin kita bisa melewati ini Ra” Jawabku dengan bijak
“Oke bu guru. Eh yang aku dengar dari Rey katanya kamu ikut lomba seni antar prodi ya?
“Iya Ra, eh setelah ini temenin aku ketemu Rangga ya” dengan wajah memelas
“Rangga siapa? Ko aku nggak pernah dengar namanya” dengan nada penuh selidik
“Namaya Rangga Almahendra itu loh teman nya si Rey yang aku ceritain, dia juga orang Indonesia Ra”
“Oh okelah aku temankan, aku jadi penasaran gimana sih orang nya yang udah buat sahabat aku tertarik pada pandangan pertama” godaku kepada Nayla
“Ihh Ra jangan seperti itu aku jadi malu” dengan wajah memerah
“Hhahahaha please jangan sok imut Nay, nanti lalat bisa jatuh cinta ke kamu tuh” ejekku kepada Nayla.
Sesampainya di cafe doremi
Aku kembali menyesap cappuccino hangat di sudut ruang itu. Ruang yang sama disebuah
cafe ketika aku melihatmu bernyanyi, beda nya kali ini aku datang bersama sahabtku. Suasana yang sama juga seperti waktu itu salju turun membuat suasana romansa terasa kental sekali. Di sudut inilah aku bisa melihatmu dengan jelas. Menikmati alunan nada yang
kau mainkan melalui gitarmu, dan juga suara merdu yang tak pernah bisa kulupakan.
“Ra, Larissa kamu ngelamunin apa?” tanya Nayla penasaran
“Nggak Nay, eh ngomong-ngomong mana tuh cowok yang naamanya Rangga nggak tepat waktu banget”
“Dia ada ditengah-tengah kita Nay” balasku yang membuat Larissa penasaran
“Mana orangnya, ayo dong Nay beritahu aku” dengan mata mendelik ke seluruh ruangan
“Coba deh lihat seseorang di depan sana yang sedang bernyanyi dan bermain gitar, itu nama nya Rangga” jelas Nayla
Aku termenung sejenak ternyata aku menyukai pria yang sama dengan sahabat ku Nayla. Ya Tuhan, kenapa hal ini terjadi kepadaku untuk kedua kalinya. Tak lama kemudian Rangga menghampiri aku dan Nayla, dia terlihat keren mengenakan kemeja berwarna biru langit dipadu jins berwarna aqua dengan dua kancing kemeja teratas dibuka membuatku mengangkasa hingga keluar Galaksi Andromeda.
“Hai, udah lama nunggu ya” suara itu memecah keheningan diantara kami
“Nggak juga kok kak, oh iya kenalin ini sahabat aku namanya Larissa”
“Larissa” sambil mengayunkan tangan
“Rangga” balas nya dengan senyum yang indah
“Jadi gini kak, si Rey kan mau ujian susulan jadi dia nggak bisa iringi aku, kakak bisa kan bantu iringi aku bernyanyi di lomba nanti?” kata Nayla dengan wajah berharap
“Oke kakak akan membantu semampunya ya Nay” balas Rangga
“Terima kasih kak, oh iya lombanya kan jam 7 nanti jadi kapan kita akan latihan?” tanya Nayla
“Berarti kita masih punya waktu tiga jam untuk berlatih Nay, kita berlatih di tempat biasa saja (ruang seni)” jawab Rangga
“Oke kak” balas Nayla
Aku tak tau aku harus sedih atau bahagia dengan semua ini. Mereka berdua berbicara sangat akrab sekali aku taksepantasnya berdiam disini.
“Nay aku lupa ada paper yang harus aku kumpulin besok, jadi aku harus pulang”
“Eh iya Ra nggak papa. Makasih ya Ra, semangat!!” balas Nayla
“Oke. Duluan ya Rangga aku titip sahabat aku ke kamu ya” Pintaku kepada Rangga
“Oke Larissa”jawab Rangga
Rangga dan Nayla akan berlatih bersama memadukan musik. Aku benar-benar merasa tidak pantas jika aku mencintai seseorang, yang sahabatku pun menyukai orang yang tersebut. Rangga benar-benar peduli dan perhatian terhadap Nayla. Mungkin benar bahwa Rangga menyukai Nayla. Betapa tidak setelah aku berpikir mereka memang memiliki kecocokan yang sama yaitu dalam hal musik, bila dibandingkan dengan diriku yang tak memiliki kesamaan apapun dengan Rangga. Arghhhh diri ini sudah lelah tetapi kenapa hati dan pikiran ini seperti tidak merasakan hal yang sama.
“Larissa........” teriak seorang perempuaan dari luar flat ku
Aku pun memaksa membuka mata yang sebenarnya masih sangat mengantuk sembari berjalan membuka pintu “Ada apa Nay? Bukannya hari ini kamu nggak ada kelas pagi, kok kamu kesini?” balasku
“Aku masuk ya Nay, iya emang aku nggak ada kelas pagi makannya aku kesini.
“Ra aku maucerita ke kamu soal tadi malam, gila Ra Rangga benar-benar mahir dalam memainkan gitar , dalam waktu tiga jam saja kami berhasil memadukan antara permainan gitarnya dan suaraku”
“Jadi gimana menang gak?” tanya ku dengan penuh selidik
“Nggak menang Ra. Waktu aku menyampaikan terima kasihku ke dia, dia malah minta maaf dan merasa bersalah gitu. Terus aku lurusin deh bukan karena kesalahan nya tetapi memang suaraku saja yang tak bisa mengimbangi permainan musik nya” tutur ku kepada Rangga
“Oh begitu ya, nggak papa Nay yang penting kamu udah berusaha” ucapku sambil menyemmbunyikan perasaan yang sebenarnya
“Aku sih nggak sedih Ra, karena dengan aku mengikuti lomba kemarin aku bisa lebih dekat dengan dia. Eh Ra aku merasa ada sesuatu yang berbeda ya saat dia memandangku, dari tatapannya dan perbutannya. Apa aku yanggeerya”
“Mungkin bisa jadi seperti itu, tapi ingat Nay jangan geer dulu nanti kalau jatuh sakit loh”ucapku
“Tapi sih Ra aku berharap itu memang benar. Eh Ra aku balik ke flat ku dulu ya, aku sih hanya ingin bercerita itu padamu”
Aku senang bisa ngelihat sahabatku Nayla kembali jatuh cinta lagi karena aku memang tau dia sempat trauma dengan cinta pertamanya dan trauma itu menimbulkan goresan terdalam dihatinya. Di lain sisi aku juga kecewa kenapa aku bisa jatuh cinta kepada Rangga seorang mahasiswa jurusan Sastra yang mahir memainkan musik dan suaranya yang indah.
Baca Juga: Literasi dan Pengendalian Penggunaan Internet
Dua minggu berlalu, aku terlalu sibuk dengan tugas-tugas kuliahku yang menumpuk. Udara semakin dingin, tanpa sengaja aku melihat sahabatku masuk ke dalam cafe doremi sambil bercengkrama dengan Rangga, hatiku beku seperti kaca yang tiba-tiba terhempas ke lantai lalu hancur berkeping-keping. Sungguh menyakitkan memang melihat sahabat terdekatku bersama dengan orang yang ku suka. Oh Tuhan aku frustasi dengan keadaan ini, kenapa kau jatuhkan hatiku pada hati yang tak semestinya
Udara semkin dingin bulir-bulir putih mulai turun kembali dari langit kota Seoul, halte bus sepi tak seperti biasanya.
“Hai Ra tumben kamu sendiri”
“Eh kamu Rey mengagetkanku saja. Sudah dua minggu ini aku tak bertemu dengan Nayla, mungkin karena kami sama-sama sibuk” jelasku
“Oh iya kamu udah tau belum kalau sekarang si Nayla dan Rangga udah jadian?”
“Benarkah seperi itu? Aku tidak tau karena memang akhir-akhir ini aku belum bertemu dengan nya”
“Yaudah aku duluan ya Ra”
“Oke” balasku
Bus tak kunjung datang, aku memutuskan untuk berjalan menembus dingin nya alam yang menusuk sampai ke tulang. Aku beradu argumen dengan pikiranku sendiri, kenapa Nayla belum cerita kepadaku, kenapa aku harus mendengar semua ini dari si Rey. Entah kenapa ada cairan hangat yang membasahi pipi ini, aku menangis? tidak! Aku tak pantas menangis seharusnya aku bahagia karena sahabat ku bahagia. Ini bukan salah Nayla dan ini pun bukan salah Rangga. Nayla tak tau jikalau hati ini menaruh hati pada kekasihnya, aku tak ingin menodai persahabatan ini, biarlah aku yang mundur. Ini hanya masalah hati, tentang hati yang jatuh pada hati yang tak semestinya biarkanlah rindu yang memainkan perannya tak perlu ku ungkap segala rasa jika itu akan memperkeruh suasana.Langit menunjukan kegelapan, bayang pun tak dapat melukiskan perasaan.
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon