"Apa pun yang telah diberikan oleh Allah akan membangun jalan yang lurus kepada kita yang akan membawa jalan perdamaian untuk umat Muslim dan dijaga oleh Allah SWT"
Judul Buku : Seribu Masjid Satu Jumlahnya
Penulis : Emha Ainun Najib
Penerbit : Mizan
Cetakan : I, Mei 2016
Tebal : 196 Halaman
ISBN : 978-979-433-923-7
Resensator M Ivan Aulia Rokhman
Sekali-kali mengingatkan bahwa diri merasa berdosa terhadap diri sendiri, semua berawal dari dunia penuh penderitaan. Mungkin tidak menyangka dunia ini semakin terlena dengan budaya yang terasa kekal seisinya. Akhir-akhir ini negara Palestina dilanda kabar yang buruk bahwa Masjid Al-Aqsha direbut oleh zionis Israel. Hanya saja ia membatasi shalat. Astaghfirullahal Adzim itu sedikit mengerikan bila dilawan akan memental jiwa.
Tidak ada jalan lain maka tiada kesempatan lagi untuk memberikan syafaat kepada baginda Muhammad SAW. Mari kita merenungkan bahwa menyejuk iman berawal dari diri kita sendiri dan menyempurnakan kesempurnaan Allah di hadapan langit dan bumi. Buku ini berisikan tentang betapa isi sajak tasawuf ini membersihkan diri dari segala ancaman.
Beberapa puisi merasa mewakili hati dan pikiran yang disucikan beserta mewadahkan kesejukan terhadap diri sendiri dan orang lain. Bahasa dalam puisi tersebut sedikit peka, melembutkan, menyejukkan, dan layak dibaca sebagai perenungan. Ada beberapa sajak tersebut memiliki gambaran soal manusia yang mempereratkan dengan lingkungan serta membentengi diri terhadap sesuatu yang ada.
Baca Juga: Pentingnya Budaya Literasi Bagi Generasi Milenial
Begitu engkau bersujud, terbangunlah ruang / yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid / setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula telah engkau dirikan masjid / wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid / telah kau bangun selama hidupmu? / Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu meninggi, menembus langit, memasuki alam makrifat (hal 49).
Isi puisi disebutkan bahwa siapapun yang menegakkan sujud terhadap ruangan akan membawa langkah serta mendirikan masjid atas izin allah. Masjid di Indonesia saja beribu-ribu doa yang dipersembahkan untuk apa saja. Bahkan Allah melayani malaikat di pagi hari untuk memuliakan rahmat serta merta menerangkan cahaya di akhirat.
Entah jumlah tiang di masjid berapa? Yang jelas shalat seperti mengokohkan tiang agama. Jangan semata-mata sujud bukan menjadi rujukan iman tetapi meresapkan kemudahan yang dirasakan lalu diletakkan pada pagi cerah. Banyak di antara jamaah yang turu menangis, bahkan terkadang ada satu dua yang lantas ambruk ke lantai atau meraung-raung (Hal 50).
Baca Juga: Tragedi Mandor Berdarah
Berikutnya soal puisi menangis seolah-seolah suasana hampir menyedihkan. Bahkan hampir melemahnya iman juga menjadi faktor psikologi terhadap manusia. Semuanya hampir meliputi permasalahan yang ada di sekitarnya. Contoh aja duka yang mendalam semua warga pada meneteskan air mata gara-gara membela kebenaran, dan melibatkan kesalahan yang diperbuat.
Bayangkan negara penuh duka akibat dijajah Israel sebagai pemicu hambatnya perdamaian di wilayah Islam. Tidak ada tanda pilihan lain selain meneteskan jiwa raganya. Selama beberapa tahun belakangan ini negara Palestina diincar oleh Israel untuk membalas kekejaman atas meraihnya Masjid Al-Aqsha. Tegak tubuh alif-mu mengakar ke pusat bumi / ruku’ lam badanmu memandangi asal-usul diri / kemudian mim sujudmu menangis / di dalam cinta Allah hati gerimis (hal 54).
Isi bait puisi ini begitu mengharukan terhadap pembelaan Al-Quds. Indonesia mendukung palestina dan mengencam klain membelenggu ibadah di negara tercinta. Islam mencintai kita dan negara direbut oleh kita. Sudah seharusnya kita mewadahi perubahan bahwa sujud menegakkan benteng kita terhadap redupan jahanam diberantas oleh pendosa.
Baca Juga: Sajak-Sajak Rudi Santoso
Suatu saat Islam akan memperbaiki dan merebutkan kembali tiang agama yang bisa ditoleransikan terhadap perdamaian umat. Sungguh kita berada di era zaman sekarang yang mengikuti aliran yahudi dan membawa teknologi pesat hingga menghasut kufur kita.
Jadi kita mengambil kesimpulan terhadap sajak tasawuf, menyejuk iman bahwa apa pun yang telah diberikan oleh Allah akan membangun jalan yang lurus kepada kita yang akan membawa jalan perdamaian untuk umat Muslim dan dijaga oleh Allah SWT.
M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Lelaki berkebutuhan khusus ini meraih anugerah “Resensi / Kritik Karya Terpuji” pada Pena Awards FLP Sedunia. Saat ini menjabat di Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Anggota UKKI Unitomo.
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon