“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya.”
- Muhammad Hatta
Literasi indonesia memerlukan perubahan gambar pixabay |
Tulisan Lili Ervina Conny
Sebagaimana yang telah dituang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 mengenai Penumbuhan Budi Pekerti, salah satu gerakan yang diusung yaitu membaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
Hal ini adalah satu diantara sekian banyak upaya yang dilakukan pemerintah guna mengimplementasikan peningkatan minat membaca pada siswa-siswi baik di sekolah dasar, menengah, dan menengah atas.
Namun sangat disayangkan, ternyata gerakan tersebut belum dilakukan oleh seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Padahal, gerakan tersebut sudah sangat bagus guna meningkatkan minat baca pada siswa.
Baca Juga: Pentingnya Literasi Bagi Generasi Milenial
Seperti yang kita ketahui bahwa minat membaca di Indonesia masih sangat jauh. Tidak perlu membandingkannya dengan negara maju, di kawasan ASIA saja Indonesia sudah tertinggal jauh peringkatnya dan berada di bawah Malaysia.
Muhammad Hatta berkata, “Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya.” Jika kondisi bangsa kita seperti ini terus, dengan minat membaca yang merosot maka dapat diyakini bangsa kita juga akan hancur tanpa harus menunggu buku kita dihancurkan.
Hal tersebut sangatlah menakutkan dan sangat membutuhkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Memang, pemerintah telah banyak melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan minat membaca kepada masyarakat. Namun hal tersebut dirasa masi sangatlah kurang.
Baca Juga: Tragedi Mandor Berdarah
Pemerintah seharusnya lebih menekan gerakan literasi terutama pada sekolah, karena masih banyak sekolah-sekolah yang belum melakukan gerakan 15 menit sebelum memulai pelajaran. Nyatanya gerakan 15 menit membaca buku semata-mata bukanlah suatu omongan atau suatu perintah saja, namun sudah jelas tercantum di dalam Peraturan Menteri sejak tahun 2015 silam.
Di sekolah saya contohnya, dan bahkan sampai saat ini, setelah saya lulus hingga saya bertanya ke adik kelas saya, belum ada yang namanya gerakan membaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum kelas dimulai.
Oleh karena itu, saya rasa pemerintah harus lebih tegas dan tegas lagi untuk mengawasi sekolah-sekolah dan guru-gurunya jika menginginkan perubahan literasi di Indonesia yang lebih baik. Karena sangat disayangkan jika gerakan 15 menit membaca tersebut tidak diterapkan di sekolah-sekolah.
Jika bukan sejak dini kita membaca, mau menunggu sampai kapan? Apakah sampai bangsa ini hancur? Tentu kita sama-sama tidak menginginkan hal tersebut terjadi.Dan satu lagi pemerintah harus lebih memfasilitasi buku-buku dan membagikannya kepada sekolah-sekolah.
Baca Juga: Penyair Gurem dengan Kolor di Kepala
Gerakan literasi harus terus digarap, digarap, dan digarap terutama literasi yang ada pada sekolah-sekolah karena kita harus menciptakan generasi-generasi pembaharu yang kelak akan menggantikan pemimpin kita saat ini.
Anak-anak yang berwawasan merupakan suatu aset penting yang dimiliki oleh negara. Literasi bukan hanya sekedar membaca dan menulis, namun lebih dari itu, bagaimana kita dapat mengetahui, memahami, dan menginformasikan suatu konteks.
Bung Hatta juga pernah mengatakan, “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” Dari pernyataan beliau jelas menyatakan bahwa membaca itu sangat penting.
Oleh karena itu marilah bersama-sama melakukan perubahan dengan menamkan pada diri kita jiwa semangat membaca guna menuju perubahan literasi yang lebih baik.
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon