Tulisan Putra Pandu Ristiawan
Saat ini, kita masyarakat Indonesia khususnya yang berada di provinsi Kalimantan Barat sudah tak heran lagi jika tiap hari mendapat bacaan dalam berbagai bentuk yang kian bertambah jumlahnya hari ke hari. Kemudahan akses literasi melalui berbagai situs jejaring sosial yang kini semakin beragam jenis dan pemanfaatannya yang tersedia dalam toko aplikasi ponsel pintar.
Setiap individu semakin mudah dalam mengakses atau mendapat akses bahan literasi. Tak heran era ini media literasi tak hanya berbentuk buku namun juga berbentuk digital melalui aplikasi yang terdapat dalam ponsel pintar tiap-tiap individu tersebut.
Menurut kamus online Merriam-Webster, Literasi berasal dari istilah latin ‘literature‘ dan bahasa inggris ‘letter‘. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, gambar).”
Singkatnya, literasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca atau menulis. Proses literasi misalnya dalam hal ‘menulis’ yang kian mudah, membuat jumlah tulisan literasi yang bermunculan semakin banyak dan bervariasi dengan berbagai macam isi yang terkadang tak dapat dicerna maksud dari isi literasi tersebut oleh setiap orang.
Literasi dalam bentuk tulisan yang bermunculan ini juga terkadang mengandung asumsi pribadi penulis yang dibutuhkan pembahasan lebih lanjut tentang maksud dari isi tulisan tersebut agar sampai kepada pembaca dengan makna yang tepat melalui klarifikasi. Perbedaan sudut pandang masing masing pembaca menciptakan berbagai asumsi yang hadir dihadapan tulisan tersebut dengan berbagai macam latar belakang.
Asumsi yang hadir dari berbagai isi pemikiran pembaca pada akhirnya akan mencapai suatu kesimpulan yang terkadang tak sesuai dengan maksud utama tulisan jika tidak ada klarifikasi secara jelas dari penulis. Para pembaca yang tak mampu menyerap sebuah informasi dengan baik dari sebuah tulisan literasi ini sebenarnya tak akan menimbulkan masalah jika ia tak beropini dengan kalimat yang menyudutkan isi tulisan literasi tersebut secara negatif. Namun faktanya hal inilah yang kerap kali dilakukan oleh para pembaca sebuah tulisan literasi.
Permasalah inilah yang seringkali muncul di negara kita ini mengingat keragaman penduduknya yang begitu tinggi namun terkadang tak dibarengi dengan rasa toleransi yang tinggi dari masing-masing penduduknya. Literasi dalam era ini seringkali menimbulkan berbagai permasalahan jika tak dibarengi dengan asumsi dan cara berasumsi yang baik.
Dalam proses literasi, jika kita berposisi sebagai penulis sebaiknya kita menggunakan kalimat yang sekiranya mudah dicerna oleh semua orang. Dalam tulisan literasi tersebut juga sebaiknya kita menghindari kalimat dengan kandungan yang mengarah pada kecondongan terhadap suatu golongan. Hal ini dilakukan demi mengurangi risiko timbulnya asumsi-asumsi yang tidak benar terhadap tulisan kita. Jika kita berposisi sebagai pembaca, mestilah kita berhati hati dalam beropini dengan memperhatikan aturan-aturan yang baik dan benar dalam beropini terhadap suatu tulisan.
Literasi di era asumsi ini menuntut kita sebagai individu supaya lebih berhati-hati dan dapat berpikir lagi secara kritis dalam menulis dan beropini pada proses literasi terutama yang masuk dalam ranah publik. Selain agar asumsi kita tak dapat sembarang dicerna oleh orang lain, sikap kritis ini juga bertujuan menjaga nama baik literasi di negara kita tercinta ini.
Kita sebagai penduduk provinsi Kalimantan Barat harus mendukung literasi negara kita ini terutama terhadap karya-karya literasi lokal yang ada. Intinya dalam sebuah proses literasi, kehati-hatian dan toleransi menjadi poin utama.
Sumber: pixabay |
Literasi di Era Asumsi
Saat ini, kita masyarakat Indonesia khususnya yang berada di provinsi Kalimantan Barat sudah tak heran lagi jika tiap hari mendapat bacaan dalam berbagai bentuk yang kian bertambah jumlahnya hari ke hari. Kemudahan akses literasi melalui berbagai situs jejaring sosial yang kini semakin beragam jenis dan pemanfaatannya yang tersedia dalam toko aplikasi ponsel pintar.
Setiap individu semakin mudah dalam mengakses atau mendapat akses bahan literasi. Tak heran era ini media literasi tak hanya berbentuk buku namun juga berbentuk digital melalui aplikasi yang terdapat dalam ponsel pintar tiap-tiap individu tersebut.
Menurut kamus online Merriam-Webster, Literasi berasal dari istilah latin ‘literature‘ dan bahasa inggris ‘letter‘. Literasi merupakan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Namun lebih dari itu, makna literasi juga mencakup melek visual yang artinya “kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (adegan, video, gambar).”
Singkatnya, literasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca atau menulis. Proses literasi misalnya dalam hal ‘menulis’ yang kian mudah, membuat jumlah tulisan literasi yang bermunculan semakin banyak dan bervariasi dengan berbagai macam isi yang terkadang tak dapat dicerna maksud dari isi literasi tersebut oleh setiap orang.
Baca Juga: Gerakan Literasi Sekolah Membangun Budi Pekerti Generasi Muda
Literasi dalam bentuk tulisan yang bermunculan ini juga terkadang mengandung asumsi pribadi penulis yang dibutuhkan pembahasan lebih lanjut tentang maksud dari isi tulisan tersebut agar sampai kepada pembaca dengan makna yang tepat melalui klarifikasi. Perbedaan sudut pandang masing masing pembaca menciptakan berbagai asumsi yang hadir dihadapan tulisan tersebut dengan berbagai macam latar belakang.
Asumsi yang hadir dari berbagai isi pemikiran pembaca pada akhirnya akan mencapai suatu kesimpulan yang terkadang tak sesuai dengan maksud utama tulisan jika tidak ada klarifikasi secara jelas dari penulis. Para pembaca yang tak mampu menyerap sebuah informasi dengan baik dari sebuah tulisan literasi ini sebenarnya tak akan menimbulkan masalah jika ia tak beropini dengan kalimat yang menyudutkan isi tulisan literasi tersebut secara negatif. Namun faktanya hal inilah yang kerap kali dilakukan oleh para pembaca sebuah tulisan literasi.
Permasalah inilah yang seringkali muncul di negara kita ini mengingat keragaman penduduknya yang begitu tinggi namun terkadang tak dibarengi dengan rasa toleransi yang tinggi dari masing-masing penduduknya. Literasi dalam era ini seringkali menimbulkan berbagai permasalahan jika tak dibarengi dengan asumsi dan cara berasumsi yang baik.
Baca Juga: Indonesia Tidak Kekurangan Penulis, tetapi Kekurangan Minat Menulis
Dalam proses literasi, jika kita berposisi sebagai penulis sebaiknya kita menggunakan kalimat yang sekiranya mudah dicerna oleh semua orang. Dalam tulisan literasi tersebut juga sebaiknya kita menghindari kalimat dengan kandungan yang mengarah pada kecondongan terhadap suatu golongan. Hal ini dilakukan demi mengurangi risiko timbulnya asumsi-asumsi yang tidak benar terhadap tulisan kita. Jika kita berposisi sebagai pembaca, mestilah kita berhati hati dalam beropini dengan memperhatikan aturan-aturan yang baik dan benar dalam beropini terhadap suatu tulisan.
Literasi di era asumsi ini menuntut kita sebagai individu supaya lebih berhati-hati dan dapat berpikir lagi secara kritis dalam menulis dan beropini pada proses literasi terutama yang masuk dalam ranah publik. Selain agar asumsi kita tak dapat sembarang dicerna oleh orang lain, sikap kritis ini juga bertujuan menjaga nama baik literasi di negara kita tercinta ini.
Kita sebagai penduduk provinsi Kalimantan Barat harus mendukung literasi negara kita ini terutama terhadap karya-karya literasi lokal yang ada. Intinya dalam sebuah proses literasi, kehati-hatian dan toleransi menjadi poin utama.
Tulis Pendapat Anda 0 comments
EmoticonEmoticon